Selasa, 26 April 2011

Mengapa Ledakan Bintang Terbesar Sering Terjadi di Galaksi Terkecil Mulai Terungkap

Jumat, 22 April 2011 - Studi ini menjelaskan mengapa bintang besar di galaksi kecil mengalami ledakan yang bahkan lebih kuat daripada bintang yang berbobot serupa di galaksi yang lebih besar seperti Bima Sakti kita.

Para astronom yang menggunakan Galaxy Evolution Explorer NASA mungkin telah lebih dekat untuk mengetahui mengapa beberapa ledakan bintang paling masif yang pernah diamati terjadi di galaksi yang terkecil.
“Ini bagaikan menemukan pegulat sumo dalam ‘Mobil Cerdas’ kecil,” kata Don Neill, anggota tim Evolution Galaxy Explorer NASA di Institut Teknologi California di Pasadena, dan penulis utama studi baru yang dipublikasikan dalam Jurnal Astrophysical.
Galaxy Evolution Explorer NASA membantu memecahkan misteri - mengapa galaksi terkecil menghasilkan ledakan bintang yang terbesar, atau supernova? (Kredit: NASA/JPL-Caltech)
“Ledakan bintang-bintang besar yang paling kuat terjadi di galaksi yang bermassa sangat rendah. Data terbaru mengungkapkan bahwa bintang-bintang yang mulai membesar dalam galaksi kecil tetap membesar sampai mereka meledak, sedangkan di galaksi yang lebih besar mereka justru mengkerut seiring bertambahnya usia, dan kurang besar ketika mereka meledak,” kata Neill.
Selama beberapa tahun terakhir, para astronom yang menggunakan data dari Palomar Transient Factory, survei angkasa luar berbasis darat di Observatorium Palomar dekat San Diego, telah menemukan sejumlah ledakan bintang yang luar biasa terang di galaksi kerdil yang ukurannya hingga 1.000 kali lebih kecil dari galaksi Bima Sakti kita. Ledakan bintang, disebut supernova, terjadi ketika bintang besar – beberapa di antaranya berukuran hingga 100 kali massa matahari kita – mengakhiri hidup mereka.
Pengamatan Palomar mungkin menjelaskan misteri pertama yang ditunjukkan oleh Neil deGrasse Tyson dan John Scalo ketika mereka masih berada di University of Austin Texas (Tyson kini menjadi direktur Hayden Planetarium in New York). Mereka mencatat bahwa supernova terjadi di tempat yang sepertinya tidak ada galaksi sama sekali, dan mereka bahkan mengusulkan bahwa galaksi kerdil adalah tempat itu, sebagaimana yang ditunjukkan data Palomar saat ini.
Kini, para astronom menggunakan data ultraviolet dari Galaxy Evolution Explorer untuk memeriksa lebih lanjut galaksi-galaksi kerdil. Pembentukan bintang baru cenderung memancarkan sejumlah sinar ultraviolet yang berlebihan, sehingga Galaxy Evolution Explorer, yang telah banyak memindai luar angkasa dalam cahaya ultraviolet, merupakan alat yang ideal untuk mengukur laju kelahiran bintang di galaksi.
Hasilnya menunjukkan bahwa galaksi kecil memiliki yang massa rendah, seperti yang sudah diduga, dan memiliki tingkat rendah dalam hal pembentukan bintang. Dengan kata lain, galaksi mungil tidak banyak menghasilkan bintang besar.
“Bahkan dalam galaksi-galaksi kecil di mana ledakan terjadi, justru jarang terjadi pada galaksi-galaksi besar,” kata rekan-penulis Michael Rich dari UCLA, yang merupakan anggota tim misi.
Selain itu, studi baru ini membantu menjelaskan mengapa bintang-bintang besar di galaksi kecil mengalami ledakan yang bahkan lebih kuat daripada bintang-bintang yang berbobot serupa di galaksi yang lebih besar seperti Bima Sakti kita. Alasannya, galaksi bermassa rendah lebih cenderung memiliki sedikit atom-atom berat, seperti karbon dan oksigen, daripada rekan-rekan mereka yang lebih besar. Galaksi-galaksi kecil ini berusia lebih muda, dan dengan demikian bintang-bintang mereka memiliki sedikit waktu untuk memperkaya lingkungan dengan atom-atom berat.
Menurut Neill dan rekan-rekannya, kurangnya atom berat pada atmosfer di sekitar bintang besar menyebabkan ia kurang menumpahkan material seiring usia. Pada intinya, bintang-bintang besar di galaksi kecil ini lebih gemuk pada usia tua dibandingkan bintang-bintang besar di galaksi yang lebih besar. Dan semakin gemuk sebuah sebuah bintang, maka semakin besar ledakan yang akan terjadi. Menurut para astronom, hal ini dapat menjelaskan mengapa super-supernova terjadi di galaksi yang tidak terlalu super.
“Bintang-bintang tersebut bagaikan juara kelas berat, melanggar semua catatan,” kata Neill.
Rich menambahkan, “Galaksi-galaksi kerdil ini sangat menarik bagi para astronom, karena mereka sangat mirip dengan jenis-jenis galaksi yang mungkin telah hadir di alam semesta muda kita, tak lama setelah Big Bang. Galaxy Evolution Explorer telah memberi kita alat yang ampuh untuk mempelajari seperti apa galaksi ketika alam semesta masih sangat muda.”
Caltech memimpin misi Galaxy Evolution Explorer dan bertanggung jawab untuk operasi ilmu pengetahuan dan analisis data. Jet Propulsion Laboratory NASA di Pasadena mengelola misi dan membangun instrumen ilmu pengetahuan. Caltech mengelola JPL untuk NASA. Misi ini dikembangkan di bawah Explorers Program NASA yang dikelola oleh Goddard Space Flight Center, Greenbelt, Md. Para peneliti disponsori oleh Universitas Yonsei di Korea Selatan, dan Centre National d’Etudes Spatiales (CNES) di Perancis bekerja sama dalam misi ini.
Grafis dan informasi tambahan tentang Galaxy Evolution Explorer dapat diperoleh dihttp://www.nasa.gov/galex/ dan http://www.galex.caltech.edu.
Jurnal: James D. Neill, Mark Sullivan, Avishay Gal-Yam, Robert Quimby, Eran Ofek, Ted K. Wyder, D. Andrew Howell, Peter Nugent, Mark Seibert, D. Christopher Martin, Roderik Overzier, Tom A. Barlow, Karl Foster, Peter G. Friedman, Patrick Morrissey, Susan G. Neff, David Schiminovich, Luciana Bianchi, José Donas, Timothy M. Heckman, Young-Wook Lee, Barry F. Madore, Bruno Milliard, R. Michael Rich, Alex S. Szalay. The Extreme Hosts of Extreme SupernovaeThe Astrophysical Journal, 2011; 727 (1): 15 DOI: 10.1088/0004-637X/727/1/15

Tidak ada komentar:

Posting Komentar